Ketika Mean Bertasbih di Atas Kemiskinan Negeri

Salah satu estimator yang sering digunakan dalam ilmu statistik adalah mean atau dalam bahasa umumnya adalah rata-rata. Mean adalah estimator titik yang banyak memiliki manfaat dalam melihat rataan suatu data, distribusinya serta estimasi interval statistik dari data tertentu. Dalam kenyataannya memang benar, bahwa mean hanyalah sebuah angka rerata suatu data, memang benar bahwa mean hanyalah sebuah point estimator yang sering membuat orang, masyarakat tertentu ataupun stakeholder mengeluarkan mosi tidak percaya ketika mean "berbicara". Apalagi mengenai kemiskinan yang sudah sangat lama usang menjadi parasit, barang tentu mean seperti menjadi bahan perdebatan para pemimpin berdasi negeri ini. Gemuruh meraung mean seakan mendobrak stabilitas setiap fragmen kehidupan negeri.
Sungguh ironis memang negeri ini. Betapa tidak, banyak masyarakat yang tidak pernah tahu apa itu rata-rata, apa kegunaannya, apa maksudnya dan apa guna, manfaat serta peranannya. Tidaklah membuat kaget, karena tingkat pendidikan di negeri ini memang terbilang dan banyak yang bilang sangat rendah, lemah dan keropos. Yakinlah bagaimana tanggapan kita, ketika seorang yang berprofesi sebagai petani ulung tiba-tiba ditanya, "Berapa rata-rata pengeluaran Bapak dalam sebulan terakhir?", yang jelas beda saat kita langsung bertanya," Rata-rata itu apa sih, Pak ?". Setidaknya, selembar contoh tersebut cukup merepresentasikan betapa pendidikan negeri ini belum semua elemen masyarakatnya tercover dengan baik.
Berawal dari sistem pendidikan, tentu kita semua mengetahui bahwa aspek pendidikan mempunyai korelasi yang sangat kuat terhadap tingkat pengetahuan dan pengalaman seseorang. Sehingga secara kasar pun kita bisa menebak, mengapa sebuah angka statistik itu sampai menjadi bahan perdebatan atau perenungan. Sebagai salah satu contoh saja mengenai angka kemiskinan yang tak baru dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Dimana, banyak pihak ataupun stakeholder yang tidak percaya dengan angka yang dikeluarkan oleh BPS karena masing-masing dari mereka juga mengeluarkan angka kemiskinan pula. Yang implikasinya, membawa masyarakat dalam keraguan dengan setiap data yang dipublikasikan BPS. Merogoh apa yang diperoleh BPS setelah melaksanakan pendataan PPLS kemarin, yang merupakan sebuah program yang diusung pemerintah dalam merealisasikan Bantuan Langsung Tunai atau (BLT). Banyak dari berbagai pihak yang meragukan data dari BPS, karena angka yang mereka keluarkan meskipun tidak berbeda signifikan namun malah menjadi bahan perdebatan dan menjadikan antar stakeholder saling berselisih satu dengan yang lain.hmmmm.....tentu terheran-heran, kenapa sistem birokrasi perstatistikan negeri ini tak konsisten. Menurut perundang-undagan, badan yang wajib menyelenggarakan statistik hanyalah BPS tetapi kenapa data itu tidak tersentral kepada BPS. Kenapa para stakeholder ataupun para peneliti malah meragukan data BPS yang sebagian besar adalah data primer. Nah, mungkin inilah poin perbedaan yang sebenarnya itu mewarnai perstatistikan nasional sampai saat ini. Aspek tersebut dikarenakan dalam statistik seseorang dituntut untuk melakukan uji mandiri terhadap masalah yang menjadi sorotannya. Dalam hakikat statistik, jika suatu fenomena itu adalah benar dan dapat deterima secara akal dan realita, tetapi belum tentu secara statistik. Seolah-olah dalam dalam statistik, kita diajarkan untuk mempelajari tentang kebohongan, egosentrisme serta keragu-raguan akan suatu hal. Sebuah estimator rerata suatu data yang disebut mean pun, apalagi saat berbicara tingkat kemiskinan pastilah akan menimbulkan berbagai pengertian dan anggapan bukan main perbedaannya. Mungkin terlepas dari itu semua, setidaknya saat inilah kita mencari titik simpul bagaimana caranya agar mean atau rata-rata itu merupakan suatu statistik yang unik/ tunggal, salah satunya adalah dengan membangun kerjasama dan kesepakatan antar berbagai pihak produsen data agar mean/ rata-rata tak lagi menjadi perdebatan bahwa "data sayalah yang paling benar", tetapi mengarah kepada " data kita semualah yang benar dan apa adanya".

0 komentar:

Posting Komentar